Minggu, 12 Mei 2013

MAKNA ISLAM DALAM AL-QUR’AN




Agama Islam berasal dari Allah. Memahami Islam secara benar akan mengantarkan umatnya untuk mengamalkannya secara benar pula. Sekarang ini problematika umat yang mendasar yaitu ketidak fahaman terhadap Al Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu memahami "Dinnul Islam" adalah suatu keharusan bagi umat Islam.
Di antara keistimewaan agama Islam adalah namanya. Berbeda dengan agama lain, nama agama ini bukan berasal dari nama pendirinya atau nama tempat penyebarannya. Tapi, nama Islam menunjukkan sikap dan sifat pemeluknya terhadap Allah.
Inilah salah satu kekhasan agama Islam. Nama “Islam” tidak diasosiasikan pada pribadi seseorang, nama ras, suku, ataupun wilayah. Dan kalimatul Islam (kata Al-Islam) mengandung pengertian dan prinsip-prinsip yang dapat didefinisikan secara terpisah dan bila dipahami secara menyeluruh merupakan pengertian yang utuh. Maka dari itu, dalam pembahasan ini yaitu mengenai makna Islam itu sendiri berhubungan dengan QS. Ali imran (3):19, QS. Ali imran (3): 67, QS. Ali imran (3) : 83, QS. Al hajj (22) : 18, dan QS. Asy-syura (42) : 13.

 
     
Secara etimologi kata Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kosa kata salima yang berarti selamat sentosa. Kemudian dibentuk menjadi aslama yang berarti taat dan berserah diri. Sehingga terbentuk kata Islam (aslama-yuslimu-
islaman) yang berarti damai, aman, dan selamat. Orang yang masuk Islam dinamakan Muslim.[1] Pengertian Islam yang demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT, antara lain :
بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿البقرة:١١٢﴾
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al-Baqarah (2):112)
Secara epistimologi menurut Mahmud Syaltout, Islam adalah
"هُوَ دِيْنُهُ اللَّذِي أُوْصِيَ بِتَعَالِمِهِ فِيْ أُصُوْلِهِ وَشَرَائِعِهِ اِلَي النَّبِيِّ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَبْهِ وَ سَلَّمَ وَكَلَّفَهُ بِتَبْلِيْغِهِ لِلنَّاسِ كَافَّةٍ وَ دَعَوْتَهُمْ إِلَيْهِ "
“Islam adalah agama Allah yang  diwasiatkan dengan ajaran-ajarannya sebagaimana terdapat didalam pokok-pokok dan syariatnya kepada Nabi Muhammad SAW dan mewajibkan kepadanya untuk menyampaikannya kepada seluruh umat manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya.”[2]
Sedangkan menurut lima perawi Hadis (Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Ibn Majah, dan Abu Daud), Islam adalah:
 الإِسْلاَمُ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلاَ تُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَ تُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَ تُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ المَفْرُوْضَةَ وَ تَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتُحِجَّ الْبَيْتَ . (رواه الشيخان )
“Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba serta Rasul-Nya, menunaikan shalat, memberikanzakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji jika mampu.”
Dengan demikian, pengertian Islam dari segi istilah adalah agama yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad yang isinya bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam jagat raya. [3]
الإِسْلاَم  Al-Islam terkadang berarti taat dan menyerahkan diri. Berarti juga melaksanakan (menunaikan). Dikatakan Aslam tusy Syaia ila fulanin (bila anda menunaikan padanya). Dapat pula diartikan masuk kedalam silm (perdamaian), atau damai dan selamat. Penamaan dinul haq menjadi Islam adalah sesuai dengan semua pengertian tadi. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah :
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا ﴿النِّسَاء :١٢٥
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An-Nisa’ 4: 125)[4]


Kata “al-islaam” bermakna : patuh sepenuh hati dengan kerendahan diri dan kerendahan hati, yaitu : kepatuhan dengan kerendahan diri dan meninggalkan hal-hal yang bersifat membantah. Maka, Allah SWT berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ
وَمَنْ يَكْفُرْ بِآَيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿ال عمران :١٩
”Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali Imran 3 : 19)
Sesungguhnya semua agama dan syari’at yang didatangkan oleh para Nabi, ruh atau intinya adalah Islam (menyerahkan diri), tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk amal agak berbeda, hal ini pulalah yang selalu diwasiatkan oleh para Nabi. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik, berlaku ikhlas dalam amalnya, dan disertai keimanan, tanpa memandang dari agama mana dan dalam zaman apa ia berada.
Ayat ini menurut Ibnu Katsir, mengandung pesan dari Allah bahwa tiada agama disisi-Nya dan yang diterima-Nya dari seorang pun kecuali Islam. Yaitu mengikuti Rasul-rasul yang diutus Nya setiap saat hingga berakhir dengan Muhammad SAW. Dengan kehadiran beliau, telah tertutup semua jalan dari arah beliau sehingga siapa yang menemui Allah setelah diutusnya Muhammad SAW. Dengan menganut satu agama selain syari’at yang beliau sampaikan, tidak diterima oleh-Nya. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah SWT :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿ال عمران :٨۵
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran 3 : 85)
Ali ra. Berkhutbah, “Agama Islam adalah menyerahkan diri, dan menyerahkan diri adalah adalah keyakinan, dan keyakinan ialah percaya, percaya ialah berikrar, dan berikrar ialah melaksanakan, sedang melaksanakan adalah mengamalkan,” selanjutnya beliau mengatakan, “sesungguhnya seorang mu’min mengambilnya dari pendapatnya sendiri. Orang yang beriman diketahui keimanannya dari amal perbuatannya, dan orang kafir diketahui kekafirannya dari keingkarannya. Wahai umat manusia, berhati-hatilah terhadap agamamu, sebab sesungguhnya kejelekan di dalam agama ini (Islam) adalah lebih baik dari pada kebaikan yang lainnya. Sebab kejelekan di dalamnya akan diampuni, sedang kebaikan selainnya tidaklah diterima. [5]
Dalam berbagai ayat ini menunjukkan bahwa makna Islam sendiri penyerahan total kepada Allah dan harus diiringi dengan pengamalannya. Sedangkan Islam sendiri merupakan suatu kesatuan agama yang disepakati oleh semua Nabi. Adapun perselisihan agama itu dihasilkan dari pengikut agama karena kedengkian dan kedzaliman mereka.[6]


Ketika orang Yahudi bertanya pada Rasulullah : “wahai Muhammad, kamu mengetahui bahwa kamilah yang lebih berhak atas agama Ibrahim dari pada kamu dan yang lain, karena –dia menurut kepercayaan kami, adalah seorang yang Yahudi. Kamu dengki pada kami. “[7] Selanjutnya Allah menurunkan ayat ini sebagai sindiran terhadap  orang-orang yahudi :
مَاكَانَ اِبْرهِيْمُ يَهُوْدِ يًّا وَلاَ نَصْرَا نِيًّا وَلكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗوَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ۝ اِنَّ اَوْلَى النَّاس بِابْرهِيْمَ لَلَّذِيْنَ التَّبَعُوْهُ وَهذَا النَّبِيُّ وَالَّذِيْنَ امَنُوا وَاللهُ وَلِيُّ المُؤْمِنُوْنَ ۝﴿ال عمران : ٦٨ -٦٧
 Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran 3 : 67-68)
Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi, sebagaimana diakui oleh orang-orang Yahudi, dan bukan orang Nasrani seperti diakui orang Nasrani, dengan dalil seperti yang telah dikemukakan, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri kepada Allah dan juga sekali-kali bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrik, yang dapat diduga oleh orang-orang musyrik Mekkah yang mengaku mengikuti agama beliau.[8]
Orang yang paling dekat dengan Ibrahim adalah orang-orang yang beriman kepadanya dan mengikuti agamanya yang lurus. Dia adalah Nabi Muhammad SAW, sebab beliau berasal dari keturunan Ibrahim dan mempunyai agama yang sama yang berlandaskan tauhid. Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. 
Sesungguhnya, orang-orang Yahudi dan Nasrani bersengketa perihal Nabi Ibrahim as dan millahnya, yang mengklaim beliau berada dalam agamanya, adalah orang-orang yang bohong.
Sedangkan pendapat yang benar dalam hal tersebut adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang Islam. Mereka adalah pengikut Ibrahim yang berjalan pada garis syariatnya. Bukan agama selain Islam. Sebab, Nabi Ibrahim adalah orang yang taat kepada Allah SWT, berpegang pada sinar hidayah yang diperintahkan agar ia amalkan. Beliau adalah orang yang khusyu’ kepadaNya dengan merendahkan diri dan menutupi segala kewajiban dan ketetapa-Nya.[9]


Allah SWT berfirman :
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ ﴿الشورى :١٣
”Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As-Syuura 42 : 13)
Agama yang diturunkan Allah lah yang menjadi pegangan bagi seluruh manusia. Allah telah mensyariatkan kepada umat Nabi terahir dari ajaran agama yakni prinsip-prinsip-Nya serupa dengan apa yang telah diwasiatkan pada Nabi Nuh, Ibrahim, musa, dan Isa. Wasiat itu adalah : laksanakan tuntutan agama secara baik, sempurna dan bersinambung dan janganlah kalian berselisih dan berpecah belah satu sama lain.[10]
Adapun perselisihan mengenai Juz’iyyat (parsial), cabang, dan perincian hukum, maka itu semua tidak bisa dihindarkan. Sebab setiap syari’at antara yang satu dengan yang lain berbeda. Allah berfirman dalam sebagian ayat al-Maidah:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَ مِنْهَاجًاۗ وَلَوْ شَاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلكِنْ لِيِبْلُوَكُمْ فِي مَا ئَتكُمْ ۚ

“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maidah : 48)
Amat besar dan berat bagi orang-orang musyrik untuk mengikuti seruanmu, yaitu bertauhid kepada Allah dan mencampakkan berhala-berhala. Allah memilih orang yang dikehendaki diantara hamba-Nya untuk mengikuti risalah-Nya dengan ikhlas. [11]
Hal ini menunjukkan bahwasannya agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad merupakan agama penyempurna bagi agama yang dibawa Nabi-nabi sebelumnya. Untuk itu perpecahan yang terjadi tidak ada gunanya, sama halnya berpecah belah dengan keluarga sendiri.
  ألَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ۖ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ ۗ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ ﴿الْحاج :١٨﴾
”Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al- Hajj 22 : 18)
Dalam kehidupan dunia ini, semua makhluk tunduk kepada-Nya. Apakah engkau tidak melihat yakni mengetahui, wahai siapa pun yang dapat melihat dan menggunakan akalnya, bahwa siapa dan apa yang ada di langit dan bumi itu tunduk dan patuh kepada Allah Yang Maha Esa dan Mahakuasa?
Allah memerintahkan air untuk membeku atau mendidih pada derajat tertentu, kapan dan dimana pun, dia patuh dan melaksanakannya. Sebagaimana halnya dalam peristiwa Nabi Ibrahim as, ketika dibakar oleh penguasa masanya, yakni Namrud. Mereka berbeda dengan manusia yang diberi tugas husus yaitu melaksanakan agama serta dianugerahi kebebasan menerima dan menolak tugas itu.[12]
Sesungguhnya dalam semua ini terdapat bukti nyata yang memuaskan bagi mereka, jika mereka mau berfikir. Akan tetapi, barang siapa yang dihinakan dan telah ditetapkan oleh Allah untuk sengsara, maka tidak seorang pun dapat membahagiakannya, karena hanya Allah semata untuk menyengsarakan dan membahagian seseorang. Dia-lah yang menciptakan dan mengaturnya, serta menyempurnakan wujud sesuai dengan kehendak-Nya. Banyak diantara mereka yang tidak bersujud kepada Allah, sehingga mereka berhak menerima adzab.
Maka barangsiapa meninggal dunia setelah diutusnya Nabi Muhammad dalam keadaan memeluk agama yang tidak sejalan dengan syariatNya, tidak akan pernah diterima oleh Allah.[13]

Adanya ayat tentang keislaman memberikan berbagai manfaat bagi kita semua, baik secara Lahiriah ataupun Rohaniyah. Karena kita sendiri terlahir dari agama Islam. Yaitu agama yang secara alami lahir dari Allah dan dibawa oleh Rasulullah untuk  menaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Dengan demikian, mempelajari dan mengetahui sejarah agama Islam sendiri dari berbagai rasul Ulul Azmi itu adalah suatu hal yang urgen. Sehingga tidak ada perselisihan yang berkelanjutan, karena dalam al-Qur’an sudah sangat jelas telah menerangkan bagaimana korelasi Islam dengan agama Nabi sebelum Rasulullah.
Berbagai kasus saat ini, berbagai kelompok agama bersengketa dan saling menjatuhkan satu sama lain. Padahal mereka yang bertikai merupakan akar kesatuan agama sendiri yaitu Islam. Sehingga mengatas namakan agama yang menjadi sasarannya. Alih-alih al-qur’an sebagai hujjahnya, padahal al-qur’an bukan hanya sebuah hujjah, namun sebuah petunjuk. Sebagai dalih yang dirasa kurang jelas. Seperti halnya ketika para ahl-kitab berselisih antara agama Nabi Ibrahim dengan agama Nabi Muhammad yakni agama Islam.
Dalam menanggapi hal ini berbagai ayat diatas sudah sangat jelas segala bentuk perpecahan dan perselisihan dalam agama sangatlah ditolak. Karena Allah menciptakan setiap syari’at yang berbeda-beda. Untuk saling mengoreksi satu sama lain.  Dan sesungguhnya semua mahluk itu adalah hambanya, oleh karena itu orang yang beriaman harus menolak perselisihan dan perpecahan dan kembali pada kesatuan dan kebersamaan antara pengikut agama dengan keyakinan mengEsakan Allah dan membenarkan atas diutusnya Rasul. [14]

 IV.           
·        Pengertian Islam dari segi istilah adalah agama yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad yang isinya bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam jagat raya.
·        Dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa ma’na islam adalah suatu kepatuhan dengan kerendahan diri dan meninggalkan hal-hal yang bersifat membantah. Dan sesungguhnya semua agama dan syari’at yang didatangkan oleh para Nabi, ruh atau intinya adalah Islam (menyerahkan diri), tunduk dan menurut. Karena orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik, berlaku ikhlas dalam amalnya.
·        Sesungguhnya orang Yahudi-Nasrani yang bersengketa tentang agama Ibrahimi dengan Islam sehingga menjadikan perselisihan agama. Ini merupakan hal yang tidak benar, karena perlu diketahui bahwasannya agama Islam dengan agama Nabi-nabi sebelunya merupakan satu kesatuan dari Allah yaitu mengEsakan Allah. Hanya saja setiap syari’atnya berbeda-beda, namun tetap memiliki satu tujuan yang sama yaitu Allah.
·        Keistimewaan Agama Islam adalah
-          Sebagai petunjuk setiap umat manusia
-          Sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya
-          Menyimpan aturan-aturan kebajikan, sehingga menambah rasa taqwa kita kepada Allah
·        Analisis ketarbiyahan yang dapat diambil dari ayat-ayat tentang Islam adalah :
-          Menyikapi perselisihan antar agama diantara kita karena kita satu kesatuan
-          Iman itu juga harus diimbangi dengan pengamalan
-          Mempelajari sejarah Islam yang berasal dari agama tauhid

    V.            PENUTUP

Sampai di penghujung kata, sehingga usai sudah pemakalah menguraikan materi tentang ma’na Islam yang terdapat dalam al-Qur’an. Semoga dapat memberikan manfaat pada pembaca dan senantiasa menjadi acuan pendidikan kita semua. Akan tetapi, semuanya tidak akan lepas dari kekurangan dan kehilafan, karena kesempurnaan yang hakiki hanya dimiliki oleh Sang Maha Esa yaitu Allah SWT. Manusia hanya bisa berusaha menjadi yang terbaik dan bertawakkal. Untuk itu kami mengharap segala kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu melengkapi dan menyempurkan makalah kami. Atas segala kekurangan dan kekhilafan baik dalam penulisan kata, kalimat, foot note, dan daftar pustaka, kami dari pemakalah meminta ma’af yang sebesar-besarnya kepada pembaca. Syukron














[1] Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif , (Jakarta : ), hal.
[2] Mahmud Syaltout, Al-Islam Aqidah wa Syari’ah, (Mesir : Dar al-Qalam, 1966), cet. III, hal. 9
[3] Abudin Nata, Studi Islam...., hal.
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Jakarta : CV. Toha Putra Semarang, 1987), hal. 205
[5] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi,hal. 208-209
[6]  Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Damaskus : Darul Fikr, 2011), hal. 146
[7] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir Tematis, Ayat-ayat al-Qur’an al-Hakim, (Surabaya : Halim Jaya, 2012), hal. 149
[8] M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah  Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran,( Jakarta :  Lantera Hati,  2009), hal. 144
[9] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al12we `-Maragi, hal. 313-314
[10] M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah....., hal.
[11] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir tematis....., hal. 153
[12] M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah......, hal. 177
[13] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi,hal. 162-165
[14] Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, hal. 146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar